Langsung ke konten utama

Asiknya Membangun OS Sendiri Dengan Arch Linux

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Salam sejahtera sahabatku semua. Sudah lama saya ingin merasakan betapa asiknya punya sistem operasi yang bisa kita bangun sendiri, namun tantu itu tidak disarankan bagi pengguna yang baru mengenal linux seperti saya ketika itu, ketika itu saya masih menggunakan Ubuntu, pengen sekali punya OS Arch Linux dengan beberapa pertimbangan diatara yang paling penting adalah karena distro itu punya fitur rolling release, sekali install seumur hidup akan mendapat update sistem dan software terbaru. Waw bukan?

Namun beberapa kenyataan, menyebabkan saya mengurungkan niat itu. “Kapan-kapan sajalah”

Nah beberapa hari lalu, akhirnya kesampaian juga dan berhasil install arch dengan modal modem yang kecepatannya tak lebih dari 20 kB/s untuk instalasi yang wajib menggunakan internet.

Membangun Arch Linux

Ini yang menarik, walaupun sebenarnya iso Arch Linux sudah cukup gendut (500 MB) tapi iso itu hanya berisi pondasi kita membangun sistem operasi sendiri, ibaratnya iso Arch Linux adalah sebidang tanah yang terserah bagaimana kita membangun rumahnya dari lantai hingga atapnya, tentu saja cantik jeleknya rumah tergantung kepiawaian kita menciptakan rumah baru.

Disini kita akan banyak belajar dan mendapat pelajaran penting dalam menkonfigurasi sistem, dan bagaimana sistem itu dibangun, untung saja iso Arch Linux sudah dipaketkan wvdial untuk menyambungkan modem denga internet (begitu juga paket untuk koneksi LAN maupun WIFI) jadi tak terlalu sukar membangun sistem jika internet sudah ada.

Yah, pelajaran pertama yang paling berharga bagi saya adalah bisa menggunakan tool wvdial (maklum sebelumnya menggunakan Ubuntu, Fedora, OpenSUSE dan distro-distro GUI lainnya yang tinggal klik untuk koneksi ke modem, LAN maupun WIFI) ternyata tak terlalu rumit.

Pelajaran lainnya terkait dengan instalasi Display Manager, Desktop Enviroment, paket X, dan paket software pendukung lainnya sekaligus mengkonfigurasinya manual sindiri.


Itu dulu cerita saya, nanti proses-prosesnya saya ceritakan di blog ini Insya Allah. (Hammam/Arch)

Komentar

  1. ditunggu mas update step by step nya..hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sayang, beberapa bulan lalu sempet sudah install Arch, cuma lantaran waktu upgrade kernel terjadi panic kernel. Akhirnya dengan ikhlas saya hapus dan ganti Manjaro.

      Tipsnya bisa dicari di google kok mas. di blognya mas Arietux.

      Hapus
  2. dulu gara2 lupa ke arch wiki arch saya sempet error kang, karena full apdet pake pacman -Syu. ternyata masalahnya di systemd. tapi karena o'on ya dihajar archnya. sekarang pake arch+installer, ga repot lagi installnya.

    BalasHapus

Posting Komentar

Mari bijak dalam berkomentar, mengkritik dan memberi masukan itu menandakan kita mengerti apa yang ada pada tulisan ini, terimakasih.
Mari mencerdaskan bangsa ini.

Postingan populer dari blog ini

Cara Menggunakan Wvdial di Linux Semua distro (XL, Telkomsel, Axis dan 3)

Wvidial adalah aplikasi yang menggunakan CLI untuk menghubungkan modem dengan internet, sampai saat ini masih menjadi aplikasi favorit pengguna sistem operasi Linux besed sebagai senjata onlinenya. Banyak kelebihannya: Mudah, agak simpel, run with CLI dan pastinya ringan. Dan kekurangannya itu lho, bagi pemula cara itu dianggap njelimet. Tak apa, asal bisa konek modemnya dan bisa digunakan untuk online sudah senang rasanya. Di windows lebih susah sebenarnya, karena harus install driver ini dan itu. Sedangkan di Linux tanpa driver, modem bisa jalan (dengan sedikit konfigurasi, dan perlu sedikit trik untuk sebagian modem yang belum support) Well, wvdial pokoknya mudah jika tau cara menggunakannya, bagaimana? Ikuti tutorial saya berikut: Install Pada dasarnya, hampir semua distro sudah tersedia wvdial secara default, tapi ada pula sebagian kecil yang sistemnya belum di tambahkan wvdial, jadi kita perlu install manual Debian/Ubuntu besed: $ sudo apt-get install wvdi

Distro Linux Terbaik Dimata Pengguna Awam Bag 2: OpenSUSE (UPDATE!)

Al Hamdulillah, masih diberi kesempatan Allah untuk menulis artikel ini, artikel yang sangat penting menurut saya . Mengapa? Karena saya tahu, sebenarnya banyak teman-teman yang ingin belajar atau beri'tikad baik menghilangkan kebiasaan membajak (Windows beserta softwarenya) dengan menggunakan Linux. Mereka ingin belajar namun masih ada banyak kendalanya, contoh paling mudah adalah kendala dalam memilih distro Linux yang cocok dan pas untuk mereka, ini mengingat ada banyak sekali distro Linux dengan berbagai variasinya, hingga para pemula bingung. Wal Hamdulillah setelah kemarin menulis Distro Linux Terbaik Dimata Pengguna Awam Bag 1 dan mendapat apresiasi yang baik dari teman-teman. Kali ini saya ingin menulis tema yang sama bagian 2. Saya mantap memilih distro OpenSUSE, tentunya dengan berdasarkan beberapa timbangan dan sudah langsung mencoba. Well, saya menggunakannya baru kisaran 1 bulan, ini menarik karena begitu mencoba langsung kerasan menggunakan ini dan memilih

Cara mengganti Repository OpenSUSE Menjadi Repository Lokal (Update 22-11-2013)

Assalamu'alaikum sobat muslim, terimakasih atas kunjungannya semoga apa yang saya tulis ini memberi wawasan dan manfaat bagi teman-teman yang belum tahu. Tutorial ini hanya sebagai pelengkap yang sudah ada dan untuk memperbanyak totorial OpenSUSE hingga teman-teman tak kesulitan mencarinya di search engine seperti Google.com Sebenarnya mengganti repository default OpenSUSE ke Repository lokal tidaklah rumit, bisa kita lakukan menggunakan terminal (manual) Maupun YaST (GUI mode), kedua-duanya sama mudah dan simpel. Daftar Repository lokal pilihan saya. Sebelum kita mengganti repo default OpenSUSE ke repo lokal, perlu kiranya kita memperhatikan mana kiranya yang memiliki kecepatan download paling pesat, nah disini saya hanya memilih 3 Repo yang tercepat menurut saya pribadi, tak ada bukti nyata yang bisa saya paparkan disini, namun saya memilih hanya berdasarkan pengalaman pribadi dan pengakuan teman-teman, semoga bermanfaat.